KBAI, 12 Mar. 25 – Pasukan militer Sudan telah memperkuat posisinya di wilayah Al-Muqran, pusat kota Khartoum, sebagai antisipasi terhadap eskalasi bentrokan dengan Pasukan Dukungan Cepat (RSF).
Seorang komandan lapangan tentara Sudan yang berbicara kepada Al Jazeera mengungkapkan, langkah ini merupakan bagian dari strategi untuk memutus jalur pasokan RSF yang berbasis di ibu kota.
Komandan tersebut juga menuduh RSF menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia dari posisi mereka di Pulau Tuti, tempat mereka melancarkan serangan artileri ke beberapa wilayah Khartoum.
“Operasi militer untuk membatasi ruang gerak RSF berjalan sesuai rencana, meskipun situasi di lapangan semakin tegang,” tegasnya.
Baca Juga: Perang Sudan: Turki Serukan Perdamaian dan Soroti Tragedi Dunia Muslim
Serangan Artileri di El Obeid Menelan Korban Sipil
Sementara itu, laporan dari sumber lokal menyebutkan bahwa RSF melancarkan serangan artileri berat ke kota El Obeid, wilayah barat Sudan, pada pagi hari. Serangan tersebut menghantam pemukiman warga, meratakan sejumlah rumah, dan menewaskan serta melukai banyak warga sipil.
Serangan ini merupakan bagian dari rangkaian pengeboman yang telah berlangsung selama lima hari berturut-turut, meningkatkan jumlah korban jiwa di kalangan masyarakat setempat.
Bulan lalu, tentara Sudan berhasil mematahkan blokade yang diberlakukan RSF di El Obeid. Kota ini memiliki nilai strategis tinggi karena menjadi penghubung antara Khartoum dan wilayah Darfur Barat. Blokade tersebut telah berlangsung hampir dua tahun, memperburuk kondisi kemanusiaan di wilayah tersebut.
Eskalasi Konflik di Darfur Utara
Situasi di Darfur Utara juga semakin memanas. Komite Koordinasi Perlawanan di El Fasher, ibu kota Negara Bagian Darfur Utara, melaporkan bahwa RSF meluncurkan serangan udara menggunakan drone modern ke kota Al-Maliha, sekitar 200 kilometer utara El Fasher.
Drone tersebut dilengkapi empat rudal dan menargetkan berbagai lokasi, termasuk fasilitas umum seperti kantor polisi dan landasan udara.
Gubernur wilayah tersebut, Minni Arko Minawi, menyatakan bahwa RSF tidak hanya melakukan serangan militer tetapi juga mengepung komunitas terlantar, mencabut akses mereka terhadap air dan makanan. Hal ini semakin memperparah krisis kemanusiaan di wilayah tersebut.
Korban Jiwa dan Pengungsian Massal
Sejak pertengahan April 2023, konflik antara tentara Sudan dan RSF telah menelan lebih dari 20.000 nyawa dan menyebabkan sekitar 15 juta orang kehilangan tempat tinggal.
Data dari universitas-universitas di Amerika Serikat bahkan memperkirakan angka kematian mencapai 130.000 jiwa. Konflik ini telah menyebar ke 13 dari 18 negara bagian di Sudan.
Jangan Lewatkan: Ditengah Pusaran Konflik, Mampukah Ikhwanul Muslimin Sudan Bertahan?
Seruan Internasional untuk Mengakhiri Konflik
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan komunitas internasional terus mendesak kedua belah pihak untuk menghentikan pertempuran guna mencegah bencana kemanusiaan yang lebih besar.
Jutaan warga Sudan saat ini berada di ambang kelaparan dan kekurangan makanan akibat konflik yang berkepanjangan.
Konflik ini bukan hanya soal pertempuran militer, tetapi juga tentang masa depan rakyat Sudan yang terus menderita di tengah ketidakpastian.
Dunia internasional kini menunggu langkah konkret untuk membawa perdamaian ke negara yang dilanda perang ini. (im)
Sumber: Al Jazeera




