KBAI, 18 Mar. 25 – Ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan kelompok Houthi di Yaman semakin memanas setelah serangan udara gabungan AS-Inggris menewaskan puluhan orang, termasuk sejumlah pemimpin senior Houthi.
Serangan ini memicu peringatan keras dari pemimpin Houthi, Abdul-Malik al-Houthi, yang menyatakan bahwa pihaknya akan memperluas blokade laut dengan menargetkan kapal perang AS sebagai bentuk balasan.
Situasi ini menandai eskalasi baru dalam konflik regional yang mengancam keamanan maritim global.
Baca Juga: Israel Kembali Lancarkan Agresi ke Gaza, Ratusan Korban Jiwa Terus Bertambah
Serangan Udara AS: Respons Terhadap Ancaman Houthi
Penasihat Keamanan Nasional AS, Mike Waltz, menjelaskan bahwa serangan udara yang dilakukan pada Sabtu (15/3) bukanlah operasi sembarangan, melainkan respons terencana yang menargetkan para pemimpin Houthi.
“Ini adalah respons yang luar biasa dan sangat fokus, yang berhasil menetralisir banyak pemimpin Houthi,” kata Waltz kepada ABC News.
Namun, serangan tersebut juga menewaskan sedikitnya 53 orang dan melukai 98 lainnya, menurut data dari Kementerian Kesehatan yang dikelola oleh pihak Houthi.
Dampak serangan ini tidak hanya menyasar pemimpin Houthi, tetapi juga warga sipil di wilayah tersebut.
Waltz menekankan bahwa serangan kali ini berbeda dari operasi sebelumnya di bawah pemerintahan Joe Biden.
“Perbedaan utamanya ada dua: pertama, kami secara langsung menargetkan pimpinan Houthi, dan kedua, kami meminta pertanggungjawaban Iran atas dukungan mereka kepada kelompok tersebut,” ujarnya.
Iran diketahui memberikan dukungan finansial, pelatihan militer, dan bantuan teknis kepada Houthi, termasuk dalam serangan-serangan mereka terhadap kapal perang AS dan kapal komersial di wilayah strategis Laut Merah.
Presiden AS Donald Trump juga memperingatkan bahwa “hujan neraka akan turun” jika kelompok yang didukung Iran itu melanjutkan serangan terhadap pengiriman di Laut Merah.
Pernyataan ini mencerminkan eskalasi ketegangan antara AS dan Houthi, yang kini menjadi bagian dari konflik proxy yang lebih luas melibatkan Iran dan sekutu-sekutunya.
Houthi Peringatkan AS: Blokade Laut Diperluas
Dalam tanggapannya, pemimpin Houthi, Abdul-Malik al-Houthi, mengeluarkan pernyataan video pada Minggu (16/3), memperingatkan bahwa pasukannya akan meningkatkan serangan sebagai respons terhadap operasi militer AS.
“Kami akan menanggapi eskalasi dengan eskalasi,” tegas al-Houthi.
Dia menuduh AS telah mengubah lautan menjadi medan perang dan menekankan bahwa Washington bertanggung jawab atas ancaman terhadap navigasi maritim global.
“AS-lah yang berupaya memengaruhi navigasi maritim ketika mereka mengubah laut menjadi zona perang,” ujarnya.
Al-Houthi juga mengumumkan bahwa AS akan dimasukkan dalam blokade laut yang sebelumnya hanya ditujukan kepada Israel. Blokade ini merupakan bentuk protes terhadap blokade Israel di Jalur Gaza, yang hingga kini masih membatasi masuknya bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut.
“Keputusan kami jelas—awalnya hanya menargetkan musuh Israel. Sekarang, AS juga akan diikutsertakan dalam blokade selama agresinya terus berlanjut,” kata pemimpin Houthi itu.
Kelompok Houthi sebelumnya memberikan ultimatum kepada Israel pada 7 Maret lalu untuk mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Jalur Gaza dalam waktu empat hari atau menghadapi operasi maritim baru terhadap kapal-kapal yang terkait dengan Israel.
Ultimatum ini muncul setelah Israel memblokir semua bantuan ke Gaza pada awal Maret, yang memicu kemarahan internasional.
Gangguan Perdagangan Global dan Krisis Kemanusiaan
Sejak akhir tahun 2023, Houthi telah melancarkan serangan menggunakan rudal dan drone terhadap kapal-kapal milik Israel yang melewati rute perdagangan strategis seperti Laut Merah, Laut Arab, Selat Bab al-Mandab, dan Teluk Aden.
Serangan-serangan ini disebut sebagai bentuk solidaritas dengan warga Palestina di Jalur Gaza, yang saat ini mengalami krisis kemanusiaan akibat blokade Israel.
Meskipun sempat menghentikan serangan setelah gencatan senjata antara Israel dan Hamas dideklarasikan pada Januari 2024, kelompok Houthi kembali mengancam akan melanjutkan tindakan agresif setelah blokade Israel di Gaza diperketat.
Laut Merah adalah salah satu jalur perdagangan tersibuk di dunia, dengan ribuan kapal kontainer dan tanker minyak melintasinya setiap tahun. Serangan Houthi terhadap kapal-kapal di wilayah ini telah memicu kekhawatiran tentang gangguan rantai pasokan global, terutama di tengah upaya pemulihan ekonomi pasca-pandemi.
Sementara itu, serangan udara AS menuai kritik dari beberapa pihak, terutama terkait dampaknya terhadap warga sipil di Yaman. Konflik di negara yang dilanda perang tersebut telah berlangsung selama lebih dari satu dekade, dengan jutaan orang terjebak dalam krisis kemanusiaan akibat pertempuran antara Houthi dan koalisi pimpinan Arab Saudi.
Jangan Lewatkan: UEA Dilaporkan Melobi Pemerintahan Trump untuk Menggagalkan Rencana Liga Arab terkait Gaza
Ketegangan Regional dan Masa Depan Damai
Situasi di Yaman dan Laut Merah tetap tegang, dengan kemungkinan eskalasi lebih lanjut jika Houthi memperluas serangan mereka.
Sementara itu, tekanan diplomatik terhadap Iran terus meningkat, dengan AS dan sekutunya menuntut penghentian dukungan kepada kelompok-kelompok bersenjata seperti Houthi.
Dalam jangka panjang, solusi damai bagi konflik Yaman dan krisis kemanusiaan di Jalur Gaza akan menjadi kunci untuk meredakan ketegangan regional.
Namun, hingga saat ini, prospek perdamaian tampak suram, sementara ketidakpastian terus menghantui masa depan kawasan tersebut. (im)




